Wajah Baru Dunia Pesantren

Posted by Abd. Warits Ilham  |  at  11.35 1 comment

Wajah Baru Dunia Pesantren
Oleh: Abd.Warits

Pesantren adalah sebuah lembaga yang merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional yang telah menunjukkan eksistensinya selama bertahun-tahun, sekaligus lembaga pendidikan yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat pedesaan secara khusus, sehingga jangan heran bila ada banyak tokoh yang dilahirkan dari pesantren baik tokoh Negarawan, Sastrawan, dan Cendikiawan. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai andil besar dalam merebut kemerdekaan indonesia, ketika penjajah jepang mengeluarkan intruksi militernya untuk menutup semua pendidikan buatan belanda, yang hal ini akan berakibat pada buruknya pendidikan indonesia yang baru tahap pengenalan terhadap ilmu pengetahuan, pesantren tampil sebagai lembaga pendidikan alternatif yang tetap eksis mentranformasikan nilai-nilai Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Selaian itu sistem pendidikan yang dikembangkan di pesantren adalah sistem pendidikan yang penuh kelenturan dan memiliki spektrum luas, melampaui batas-batas pesantren itu sendiri, proses pembelajaran dan pendidikan di pesantren serta pengambangan intlektualitas dan spiritualitas menyatu dalam kerangka nilai-nilai yang diyakini pesantren.
Perkembangan pesantren cukuplah pesat, bila dihitung akan didapat ribuan pesantren yang ada di seluruh Indonesia, hal ini disebabkan karena kebanyakan seorang santri apabila pulang kedaerah asalnya akan membangun sebuah lembaga pendidikan yang sistemnya tidak jauh berbeda (sama) dengan sistem pendidikan dimana ia mondok (asal pesantren). Namun pertambahan jumlah pesantren yang menjamur tidak lantas menjadi gambaran dari kejayaan pesantren itu sendiri tapi menjadi masalah baru bagi perkembangan pesantren terkait dengan ketidak jelasan visi dan misi peasntren, sehingga pesantren hanya megah secara fisik saja sedangkan secara intlektual tidak sama sekali, sebuah keadaan pesantren yang dangat berbeda dengan masa awa berdirinya kemariun, maka dari itu potret pesantren saat ini mulai memudar, pesantren mulai tidak relevan, out-put yang lahir dipesantren tidak mampu melakukan apa-apa, jangankan untuk melakukan sebuah perubahan di masyarkat (menjadi pemimpin dalam sekala besar), memimpin dirinya sendri saja mengalami kesulitan karena dirinya tidak memiliki bekal untuk menjawab setiap tantangan zaman, sehingga mereka menjadi manusia yang tidak berguna sekaligus menjadi sampah di masyarakat.
Potret pesantren saat ini tak ubahnya seperti kapal kecil yang tak bermesin dengan biduk yang rapuh, tak berlayar, penuh dengan penumpang di tengah terjangan gelombang Globalisasi yang dalam buku ini di sebut sebagai neo- liberalisme (hal: 07), sehingga secara perlahan pesantren semakin kehilangan kendali dan perannya dalam masyarakat, terseok dan hampir tenggelam, jika dibiarkan maka peantren akan tenggelam. kejayaannya di masa lalu hanya akan menjadi sejarah yang akan jadi dongeng sebelum tidur, coba saja kita lihat nilai-nilai pesantren sudah mulai hilang dan terlupakan, nilai-nilai ciri khas pesantren seperti kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian sudah mulai hilang terganti dengan paham-paham baru yang di hembuskan oleh orang-orang barat dengan teknologinya yang semakin maju. jika kemarin pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak hanya berfungsi sebagai proses tanformasi keilmuan namun juga sebagai media tranformasi moralitas, namun saat ini pesantren tak lebih sebagai lembaga yang mempunyai potensi yang signifikan dalam hal mengembangkan komunitas hidonis dan kapital yang baru, nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh pesantren mulai di tinggalkan dan dilupakan. Perilaku santri sudah tidak mencerminkan lagi sosok yang sederhana, mandiri, ikhlas, namun justru sebaliknya santri telah menjadi sosok yang pragmatis, mengedapankan serta mengukur segala hal dengan materi. Lalu dimanakah letak kesalahan itu? Dapatkah pesantren bangkit dan tetap eksis serta mengembalikan nilai-nilai kepesantrenannya sekaligus bisa kembali menelorkan kader-kader yang jempolan sebagaimana kemarin.
Dalam buku ini digambarkan jati diri pesantren yang sebenarnya, mulai dari kekuatan dan basis pesantren, kelebihan dan kekurangannya sekaligus tantangan yang dihadapinya saat ini, sehingga secara tidak sadar pembaca akan tergiring untuk menganalisis sendiri kondisi pesantren yang sebenarnya (saat ini), yang nantinya akan menumbuhkan kesadaran bahawa kondisi pesantren sedang “kritis”.maka dari itu pembaca tentunya akan ikut juga untuk berfikir bagaimana solusi yang tetap untuk menghadapi masalah tersebut.
Solusi yang ditawarkan ternyata cukup menarik penulis tidaklah memberikan tawaran yang baku namun mengajak penbaca untuk menelanjangi atau berfikir ulang tentang pesantren, lalu dari gambaran yang di ilustrasikan penulis, diharapkan mampu untuk melahirkan refleksi dari pembaca itu sendiri sehingga mereka akan mendapat kesimpulan bahwa pesantren harus melakukan perubahan dalam segala hal karena tantangan yang dihadapi saat ini sangatlah berbeda dengan tantangan yang dihadapinya dulu artian solusi tersebut hanya berbentuk pemahaman bahwa pesantren harus bergerak, tidak boleh statis dengan cara mempertahan tradisi lama yang masih relevan sekaligus menerima sesuatu yang baru yang tidak bertentangan dengan ideologi. Pesantren harus berubah karena zaman yang dihadapi telah berubah, namun dalam melakukan perubahan harus berdasar terhadap prinsip dasar ideologi pesantren.
Kelebihan lain dari buku ini penulis tidak hanya mengupas tentang pesantren namun juga menyinggung tentang NU yang merupakan media pesantren dalam berintreksi dengan masyrakat, karena tak dapat dipungkiri pesantren dan NU merupakan satu kesatuan yang utuh yang karena NU dilahirkan dan berkembang oleh orang-orang pesantren. Secara tidak langsung penulis mengajak pembaca untuk turut mengkaji NU dari sudut pesantren karena nilai-nilai yang di junjung di NU tidak ada bedanya dengan nilai-nilai yang di junjung di peantren dan secara kasat mata kemunduran NU merupakan kemunduran pesantren.
Sementara kekurangan dari buku ini terletak pada tidak adanya solusi yang diharapkan pembaca terkait dengan masalah yang dihadapi pesantren saat ini, sehingga pembaca merasa kebingungan dalam menentukan lamgkahnya untuk melakukan perubahan dalam diri pesantren karena semua pemikiran yang dituangkan lebih mengarah pada konsep yang uneverdal yang akan melahirkan beragam penahaman dari pembaca, selain itu denagan banyaknya penulis mengupas tentang NU menyebabkan pembaca bingung dan akan berfikir perubahan atau penbaruan yang di maksut apakah untuk pesantren atau untuk NU? Memang antara keduanya tidak dapat dipisahkan namun perlau adanya garis pembatas yang jelas, agara tidak melahirkan pemahaman yang salah.

Tagged as:

Arits Ilham

Orang sederhana, cenderung merasa kekurangan, tidak pernah puas dengan proses belajar yang telah dilakukanya. Baginya, tidak ada kata berhenti untuk sebuah pembelajaran, salah satu konsep hidupnya, belajar terus menerus meski berulang kali mengantarkannya pada kesalahan dan kekalahan. Tekadnya, berupaya memberikan senyum kesejukan pada orang lain.

Langganan

Jika ingin berlangganan tulisan di blog ini, silahkan pasang email Anda di kolom berikut

Bagikan ke

Tulisan Terkait

1 komentar:

  1. Kalau itu resensi buku, mengapa tidak ditampilkan cover bukunya?
    itu dalam rangka menambah kepercayaan pembaca bahwa anda benar-benar meresensi.
    thanks....
    www.cahayapemikiran.blogspot.com

    BalasHapus

Pengikut

Copyright © 2013 Pengintai Senja. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top