Menegrtilah… !!! Engkau kasih.....

Posted by Abd. Warits Ilham  |  at  12.46

oleh : Ariets Ilham, 23 Desember 2009

Beberapa hari yang lalu, perseteruan itu kembali terjadi. Persoalanya masih klasik, seputar kesibukanku dan tidak bisanya aku membagi waktu antara aktivitas yang aku jalani dengan keintenan memperhatikan dirinya. Mulanya aku berupaya untuk tidak meladeni persoalan itu, sebab seperti yang telah-telah lalu, ujung-ujungnya adalah pertengkaran.
Aku bosan dengan pertengkaran, sayang sekali bila waktu singkat yang aku miliki hanya aku habiskan untuk bertengkar, padahal waktu belajarku tingdal setahul lagi. Perputaran waktu setahun tidak lebih dari hitungan jari. Sementara aku belum menghasilkan apa-apa. Belajar banyak hal, menjadi mahasiswa S1 tapi sampai aku semester VII masih belum memiliki kreativitas apapun yang bisa aku jadikan profesi. Aku adalah sosok orang yang mungkin sangat malang. Belajar menulis sejak kelas III MTs (Setingkat SMP), tapi hingga kini belum ada satu tulisanku yang dimuat di media manapun.
Memang aku akui, proses belajar menulis yang aku jalani tidak linear, awal aku belajar menulis cerpen, lalu di MA (Setingkat SMA) menulis puisi dan cerpen. Baru pada semester V aku belajar serius menulis opini.
Dan sekarang, ketika aku belajar serius menulis opini, menemukan motivasi untuk terus belajar menulis aku harus mengalami pilihan yang sulit. Memperhatikan orang yang aku sayangi, ditengah kesibukan aku melatih diri mengembangkan keliahian menulis, tapi disatu waktu aku harus melupakan dan fokus pada dirinya.
Sebenarnya pertengkaran semacam ini sudah sering terjadi, dan aku sudah berkali-kali mewanti-wanti agar persoalan itu tidak diulang-ulang. Memang aku akui, setiap kali aku beraktivitas entah itu di kegiatan ekstra kampus, ataupun di intram juga ketika aku sibuk mempersiapkan naskah lomba yang dikejar dedline, kemarannya akan setia menemani proses belajarku. Ingin rasanta aku idak peduli pada sikapnya, tapi perasaan dalam sudut perasaanku tidak memungkinkan hal itu terjadi.
Kadang aku berfikir ingin mengahiri semua ini, tapi melepaskan dirinya akan sangat menyakitiku. Namun di sisi yang lain, ketika aku dihadapkan pada persoalan tersebut aku benar-benar tidak bisa. Mungkin dia tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu bagaimana sulitnya perjuanganku menyelesaikan satu tulisan untuk diikut sertakan dalam lomba, atau mau dikirimkan ke media. Kadang tidak tidur semalam sentuk, hanya menghasilakan 2 paragraf tulisan. Dimulai dari jam 00.00 sampai jam 04.00, belum juga bisa menyelesaikan satu judul tulisan.
Dan ketika aku menemukan ide, lancar mengetik kalimat di keybord komputer, tiba-tiba harus disibukkan untuk melayani sms-nya, mengangkat telponya, menemaninya ngobrol. Padahal aku sudah bilang, kalau aku saat itu sedang menulis. Tapi belum berselang 15 menit, nada dering hpku kembali berbunyi, mau tidak mau aku harus mengangkatnya lagi, dan kau tahu akibatnya ide yang bersejajar di otakku hilang, buyar, dan tinggallah aku mematung didepan komputer tanpa tahu kaliamt apa yang harus aku tulis untuk melanjutkan karyaku.
Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya ketika menulis, apakah dia menganggapnya aku asik sms-an atau telponan dengan cewek lain, atau dia berfikir bahwa belajar menulis itu tindakan yang mudah, hanya butuh waktu 5-10 menit. Jujur, aku bosan dengan keterkekangan ini, memang benar, dia tidak menginginkan aku menjadi orang yang hebat, dikagumi banyak orang, apalagi tersohor ditingkatan nasional. Dia menginginkan aku hanya sebatas menyayanginya sepenuh hati, memperhatikan dia, inten komunikasi, dan berbagi waktu secara seimbang.
Satu hal yang mungkin dia lupa, aku bukan orang yang pinta yang bisa menyelesaikan tulisan bagu dalam waktu singkat, dan cepat. Aku tidak cerdas, ingatanku payah, otakku tumpul. Aku berjuang hanya bermodalkan semangat dan secuil keyakinan bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hambanya terkatung-katung dalam perjuangan tanpa memberikan hasil.
Sudah berkali-kali aku menyampaikan pada dirinya kalau aku sangat ingin belajar hingga S2, aku juga cerita kalau satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan hanayalah melalui menulis, dengan harapan nantinya aku dapat beasiswa S2 walau tidak secara utuh. Sebab, bila menyandarkan biaya S2-Q kedua orang tua seperti yang aku jalani saat ini, itu sangat mustahil. Sebab aku bukanlah orang yang kaya, yang dengan mudah bisa mewujudkan keinginan tanpa harus pontang-panting di arena pertarungan yang tidak jelas.
Aku hanya berharap dia mengerti posisiku, menyingkirkan sedikit kecemburuannya yangberlebihan untukku. Aku ingin menjadi orang yang tidak bisa, untuk itu aku harus menjalani proses yang tidak puasa pula. saya tidak peduli pada lelah (dalam proses ini) sebab dia juga melelahkan, saya telah memilih “lelah karena berbuat” sebagai jalan hidup dari pada “lelah karena diam”. Ungkapan sederhana yang diamanatkan kak khotib ini, serasa menyambukku untuk bangun dan berjuang, betapa berjuang butuh keberanian bahkan kenekatan. Ical (andrea hirata) berjuang-menjadi kuli ikan,tukang pos, sales- semata-mata untuk mengejar mimpinya, dan aku punya mimpi yang tidak hanya sekedar dinginkan membekas dihati, tapi juga diinginkan membekas dihati orang lain.
Semoga engaku mengeti kasihku, betapa perjuangan yang aku jalani tidaklah mudah.

0 komentar:

Pengikut

Copyright © 2013 Pengintai Senja. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top