Kempes Membawa Berkah; Sesobek Hikmah dari K. Faizi
Posted by Abd. Warits Ilham |  at 14.23
No comments
14. 30 Wib pada hari
Senin, 06 Mei 2013 saya mendapatkan ban depan motor saya kempes. 5 menit yang
lalu saya masih mengendarainya dari kantin mahasiswa Instika dalam keadaan baik-baik
saja. Padahal 25 menit lagi saya harus pulang bersama teman-tema semasa aliyah
dulu yang saat ini sedang bersantai di mushalla kampus.
Pikiran saya sedikit
kalut saat itu, belum lagi kiriman orang rumah yang masih belum saya serahkan
ke pondok. Dengan sedikit pilu, saya menceritakan keadaan ban motor saya pada
kedua teman saya tersebut, sekaligus mempersilahkan mereka untuk pulang duluan,
tapi diluar dugaan mereka bersikeras tetap menunggu saya.
Akhirnya dengan
perasaan lega saya mencari bengkel terdekat. Pilihan saya jatuh pada bengkel
kak muhammad yang berlokasi di simpang tiga buk jamil yang memang biasa menjadi
langganan saya. Saya suka cara mereka bekerja, tidak kasar dan hati-hati.
Terbukti ketika mereka akan membuka ban luar motor saya, mereka gunakan sesobek
kertas agak tabal untuk bantalan, sehingga tidak membuat roda motor saya lecet.
Sesampainya di
bengkel, ternyata masih ada enam motor yang antri dikerjakan. Memang, bengkel
ini tak pernah sepi. saya hanya melihat kak muhammad seorang diri, tampaknya
dia baru selesai shalat. Baju lengang panjang dan sarung kotak-kotak, plus songkok putih masih ia kenakan.
Setelah menceritakan nasib motor saya, dia berujar “antos sakejje lek, nak kanak ghi’ abhejeng, tanggungan ka ashar”
(tunggu sebentar dek, teman-teman masih shalat, mungkin sekalian nunggu ashar)
Hem, rupanya waktu
penambalan ban ini akan membutuhkan waktu lebih lama dari perkiraan saya.
Dengan segala rasa, saya hubungi teman saya via sms, tak enak melalui nelpon. Saya
jelaskan keadaan saya, yang masih membutuhkan lebih banyak waktu.
Ya…, Sms terkadang memang
membuat seseorang merasa enjoy ketika menyampaikan situasi tak nyaman, paling
tidak itulah yang saya rasakan. Tapi ternyata mereka telpon balik, inilah
keadaan yang saya kawatirkan. Harus saling bertukar suara saat kondisi yang
tidak tepat, sementara saya lah penyebab utamanyanya. Saya persilahkan mereka
pulang lebih dulu, karena saya tidak tahu berapa lama motor saya selesai
dikerjakan.
Apakah semua ini kebetulan?
Pikiran semacam itu mengejutkan saya yang sedang termenung. Saya pikir tidak,
tidak ada satupun kejadian yang kebetulan dalam hidup ini. Semua sudah
terencana, dan terkonsep. Saya pun ingat, tadi malam ayah saya juga mengalami
nasib sama, ban belakang motornya bocor, sehingga terpaksa menggagalkan
rencananya untuk menyambangi teman lamanya, padahal semua oleh-oleh sudah
disiapkan. Tapi beginilah hidup, selalu ada kejadian yang tak terduga. Entah
apa sebenarnya maksud Tuhan, selalu saja menjadikan hidup ini tak terjelaskan.
Setelah menunggu
kurang lebih 45 menit, akhirnya tibalah motor saya dikerjakan. Ternyata ban
depan saya memang pernah bocor, nah dibekas tembelan itulah yang melepuh,
mungkin kekuatannya mulai berkurang setelah kurang lebih delapan bulan
menempel, guna menemani perjalanan saya, menempuh jarak kurang lebih 70 km
setiap hari dari gapura ke guluk-guluk, akhirnya hari ini menyerah.
Tidak menunggu waktu
lama, hanya berkisar 15 menit selesai sudah motor saya dikerjakan. Setelah
membayar uang jasa, dan mengucapkan terimakasih saya pun segera kembali ke
kampus. Tidak ada kejadian menarik yang bisa saya ceritakan dalam perjalanan
itu, semua berjalan seperti biasa. Lalu lalang kendaraan bermotor tampak
senggang di sore yang berawan ini.
Hikmah
yang terkuak
Inilah awal dari hikmah
yang mentramkan saya, membuat saya merasakan bahwa beberapa kejadian yang tidak
mengenakkan itu memang harus terjadi. Beginilah awalnya…
Setelah selesai shalat
ashar, saya pun bergegas menyiapkan diri untuk pulang. Sudah delapan jam
meninggalkan rumah, saatnya kembali berkumpul dengan mereka, kangen rasanya. Setelah
memasang jaket, tiba-tiba kak Fais, salah satu staf ahli di Instika; saya sebut
demikian karena pekerjaannya sangat banyak, mulai dari mengurus administrasi
dua Fakultas, mengurus Lab ICT yang sistemnya masih tahap pembenahan, juga
SIAKAD kampus yang terkadang juga butuh sentuhannya, menginstal komputer yang
bermasalah, dan juga sebrek pekerjan lainnya dipondok. Saya membayangkan saja
rasanya saya sudah menyerah. Tiba-tiba dia memanggil saya, “bhekna mulea ris” (kau mau pulang).
“Iya
kak, saya mau pulang, kenapa?
”
“Mau
nitip mp3 player sama K. Faizi,
katanya.”
“Oke,
tapi aku titipkan ke santrinya ya….”
“Jangan
lah, serahkan sendiri, Cuma mau salaman sebentar saja kok”. Nasehatnya
“Oke”. Ujar saya sambil menerima sebuah
mp3 player yang masih gres dari tangannya.
Bilang sama K. Faizi, “free
download”, imbuhnya setelah mp3 itu berpindah ke tangan saya.
“e e” saya melongo
saja. Tidak mengerti dengan pesan terakhirnya, mana ada mp3 player free download.
Atau apakah itu tipe terbaru dengan fitur free download, semisal ada jaringan
wifi atau lainnya? Apa saya sedemikian kuper tidak mengetahui perkembangan fitu
mp3 player?
“sudah
bilang saja begitu” ujarnya
lalu beranjak meninggalkan saya, rupanya ia menangkap raut keheranan di wajah
saya.
Saya tidak berbicara
lagi, langsung menyambar tas lalu menyetarter motor honda supra 125 yang sudah
8 bulan menemani hampir semua aktivitas saya. Tidak butuh waktu lama, hanya
sekita 3 menit saya sudah tiba di halaman rumah K. Faizi. Ada rasa segan yang
menghinggapi benak saya bila harus berhadapan dengan beliau tampa kopyah, meski
pada dasarnya kopyah bukan ukuran mati kesopanan. Tapi bagi saya, tidak
berkopyah lalu ”nyabis” ke Kiai, itu
tindakan kurang ajar. Saya mulai berfikir menitipkan saja pada santrinya, tapi
kak Fais mengamanatkan saya harus menyampaikannya sendiri.
Pergulatan di benak
saya belum juga berakhir, lalu saya memutuskan untuk melangkah mendekat ke
pintu rumah beliau, seorang santri menatap saya, saya tanya apakah kiai Faizi
ada atau tidak. Ia hanya mengangguk ringan.
“Assalamualaikum”. Saya beranikan diri ucapkan salam
“Waalaikumsalam” Terdengar jawaban pelan dari dalam,
perlahan pintu terbuka dan muncullah sosok K. Faizi dengan gaya khasnya, santai
dan berkopyah. Tidak seperti saya, agunnulan.
“Bheh Kamu” sapanya lembut
“Enggi kiai, ngatorragie mp3 dari kak Fais” ucap saya sambil
menyodorkan mp3 ke tangan beliau, belum sempat saya salaman, karena beliau
keburu menerima mp3 ditangan saya. Tidak lupa saya sampaikan pesan “free
downloadnya kak Fais” beliau hanya tertawa ringan. Rupanaya asal muasal kata Free Download karena beliau punya mp3
player gratisan, tapi cepat rusak. Hem, hidup memang selalu ada-ada saja,
hehehe
“dhinggal abdina nyoon pamit” ujarku sambil mengulurkan tangan hendak
pamitan.
Setelah menjabat
tangan beliau, saya pun bergegas menuju parkiran sepeda motor, tapi baru
memegang helm tiba-tiba terdengar suara K. Faizi memanggil saya
“ris, .. ris,” saya
menoleh, memastikan bahwa nama saya yang memang beliau panggil.
Ternyata betul, beliau
memang memanggil saya. saya pun mendekat dengan seabrek tanya dalam kepala, ada
apa kok tiba-tiba beliau memanggil saya?, apa saya akan diberikan sesuatu?
(penuh harap, hehe),
“Ponapa
kiai” ujar saya
lirih saat didekat beliau
“Kamu tahu edi” pertanyaan yang sama sekali tidak saya pikirkan,
saya memang mengenal banyak orang bernama “edi” termasuk salah satu pemilik
toko onderdil mobil yang dikenal dengan nama “Edi Ban” karena memang
menyediakan “Ban” mobil dengan merk dan jenis yang fariatif, saya lalu berpikir
apa beliau akan meminta saya untuk memotret jenis ban untuk mobil mitsubisi
“pariwisata” kepunyaan beliau, tapi…
“Edi yang jadi direktur Diva Press itu” ujarnya kemudian,
Duh, saya terlalau
jauh berfikir, ternyata dugaan saya meleset.
“Edi punyak tulisan di blognya, nama blognya Edi Akhlis, tulisannya
bagus, coba dibaca, kamu tidak akan
pernah mengira kalau Edi bisa menulis seperti itu” ujarnya penuh semangat.
“ baik kiai, akan saya lihat nanti” jawab saya lirih
Tiba-tiba ponsel beliau
berdering, rupanya ada seseorang yang menelponnya. Kesempatan itu saya gunakan untuk
membuka internit dari handpone saya, segera mengetik “edi, diva press”. Saya
gunakan kata kunci itu, sebab tidak mendengar jelas mengenai nama blog “Edi”
yang dimaksudkannya tadi.
Setelah beliau selesai
menerima telpon, saya pun menunjjukan sebuah blog “Edi Akhlis” yang saya
temukan saat browser beberapa detik lalu. Beliau mengangguk, kemudian
menjelaskan beberapa kelebihan dalam tulisan yang kata beliau harus saya baca
itu.
Setelah penjelasan
beliau berakhir, saya lalu mohon pamit karena matahari semakin tenggelam di
ufuk barat.
Saya masih belum bisa
mengerti apa maksud K. Faizi menunjukkan blog Edi Akhlis ini, beberapa
pertanyaan bermunculan dibenak saya.
Pikiran saya pun menerawang,
teringat tentang kisah-kisah ulama terdahulu yang memang memiliki cara unik dan
khas dalam mendidik santri-santrinya. Salah satunya saya dengar bahwa ada
seorang santri yang selama hidupnya hanya diperintahkan memanjat pohon kelapa,
munurunkan buah kelapa yang sudah siap dipetik. Rupanya untuk melakukan
perkerjaan ini membutuhkan keahilan tertentu, utamanya dalam menentukan jenis
buah yang matang atau masih setengah matang.
Uniknya, setelah
santri tersebut pulang ke rumah, dia menjadi kiai yang alim dan disegani.
Selain cerita itu, ada seseorang yang selama nyantri diperintah mengurus hewan
peliharaan kiai, diminta mengurus ternak. Hasilnya luar biasa, mereka pun akhirnya
menjadi orang terpandang setelah pulang dari pesantren. Masih banyak cerita
serupa.
Lalu saya berfikir,
jangan-jangan ini adalah trik K. Faizi agar saya belajar gaya kepenulisan mas Edi
Akhlis yang memang pantas untuk saya pelajari itu. Mungkin beliau paham, bahwa
beberapa bulan terakhir ini saya memang banyak belajar (meniru) gaya
kepenulisan beliau yang renyah dan enak dibaca, santai dan sarat dengan makna.
Terimakasih kiai, saya
tidak akan pernah bosan berguru pada ajhunan
dalam menulis, dan banyak hal lainnya. saran ajhunan akan abdhina terus
ikuti.
Perjalanan dari
Guluk-Gukuk ke Gapura, terasa lebih lama dari biasanya, saya tak sabar ingin
menuliskan semua pikiran yang sejak tadi berkelebat dalam pikiran saya.
Mator Pangistoh, 06
Juni 2013
Pangong-ngangan, Madura
Nyabis : Sowan
Agunnulan : tidak memakai kopyah
Ajhunan : engkau, kamu, anda
Abdhina : saya,
Arits Ilham
Orang sederhana, cenderung merasa kekurangan, tidak pernah puas dengan proses belajar yang telah dilakukanya. Baginya, tidak ada kata berhenti untuk sebuah pembelajaran, salah satu konsep hidupnya, belajar terus menerus meski berulang kali mengantarkannya pada kesalahan dan kekalahan. Tekadnya, berupaya memberikan senyum kesejukan pada orang lain.
Langganan
Jika ingin berlangganan tulisan di blog ini, silahkan pasang email Anda di kolom berikut
Bagikan ke
Tulisan Terkait
0 komentar: